Cerpen : Gadis Kafe Kopi
Gadis Kafe Kopi
“ Selamat Malam, ada yang mau dipesan?”
“ Capucino Panas, satu. “
Sudah enam bulan terakhir ini, percakapan seperti itu selalu terulang. Gadis itu selalu datang, setiap pukul 19.00, dimeja yang sama. Meja 11, dan selalu memesan menu minuman yang sama. Capucino. Sebenarnya aku sudah tahu apa yg gadis itu akan pesan, tapi karena prosedur dari café ini mengharuskan kami untuk menanyakannya, maka aku selalu saja menanyakan apa yang akan dia pesan, dan jawabannya selalu sama.
Setelah memesan minuman, Gadis itu selalu membuka laptop putihnya dan ia mulai mengetik. Entah apa yang diketik oleh Gadis itu, mungkin Skripsi atau tugas kuliahnya, aku tidak tahu, yang pasti kulihat sekilas, ia sedang menulis tulisan yang panjang.
Capucino yang gadis itu pesan telah selesai dibuat oleh rekanku yang berada pada bagian dapur, sekarang giliranku untuk menghidangkannya kepada gadis itu. Dengan hati-hati aku berjalan untuk menghidangkannya.
“ Permisi, ini Capucinonya… “
“Iya, terimakasih”
Kira-kira seperti itu kejadian yang selalu terulang selama 6 bulan ini. Terulang dan terulang, aku sampai sangat hafal, kejadiannya sangat persis. Seperti alat pemutar yang selalu diulang-ulang, aku seperti sedang berperan didalamnya. Dalam sudut pandangku, aku lah pemeran utamanya. Aku yang selalu menanyakan dan menghidangkan pesanannya. Dan akulah, yang selalu memandangi wajahnya dari kejauhan, setiap hari.
Ketika ia sedang mengetik di laptopnya, terlihat jelas. Wajah manisnya yang oval, matanya yg lentik, bibir dengan lipstick warna pink lembut, kulitnya yg bersih, rambutnya yang panjang agak bergelombang, tubuhnya yang semampai, dan semua yang ada pada Gadis itu, menurutku, Sempurna …. Dia cantik.
Gadis itu selalu menunduk untuk mengetik, dan terus mengetik. Sesekali ia menyeruput Capucinonya dengan perlahan dengan mata terpejam, seolah ia menikmati tiap tetes Capucino yang mungkin sudah tidak panas lagi. Kemudian Ia terus mengetik sampai biasanya ia lupa waktu. Sering aku harus mengingatkan bahwa Café ini sudah akan tutup. Café kami tutup pukul 02.00 pagi, dan sering Gadis itu masih berada di Café ini untuk mengetik. Entah dimana Gadis itu tinggal, apakah orang tuanya tidak mencarinya karena anak gadis mereka selalu pergi sampai menjelang pagi seperti ini. Begitupun dengan hari ini. Sekarang sudah pukul 1.30 pagi dan gadis itu masih berada disini dan masih mengetik. Sepertinya ia lupa waktu, dan seperti biasa, tugasku untuk mengingatkannya bahwa kami akan tutup.
Aku menghampirinya untuk mengingatkannya soal waktu, “Permisi, maaf mengganggu waktunya. Sekarang sudah pukul 1.30 pagi. Dan kami akan tutup dalam setengah jam lagi.“, aku mengucapakannya dengan hati-hati dan dengan suara yang tidak terlalu keras agar gadis tersebut tidak terlalu terganggu dengan suaraku. Gadis itu menoleh dan berkata, “ Ah benar, maaf aku lupa waktu, terimakasih telah mengingatkanku. Aku akan berberes, dan membayar minumanku.. “ Setelah mengucapkan itu ia membereskan barang bawaannya dan mengeluarkan uang untuk membayar Capucino yang ia pesan. Setelah itu ia pergi dengan mobil hatchback putihnya. Saat itu sedang gerimis, hatiku sedikit khawatir padanya, aku ingin mengucapkan ‘hati-hati ya’ padanya, tapi aku tak bisa berbuat apapun. Aku hanya bisa terus memandanginya dari balik jendela café ini sampai mobilnya menjauh.
Aku menghela nafas. Ada perasaan kosong dalam hatiku ketika dia pergi dari café ini., seperti adalah separuh hatiku yang pergi menjauh. Ketika pertama melihat gadis itu saat pertama kali ia berkunjung ke café ini. Hatiku sudah tahu bahwa dialah yang sekarang ini ku tunggu. Bahwa dialah yang saat ini ku cari. Sekarang aku selalu mulai menunggunya tiap pukul 19.00. Kutahu dia pasti datang ke café ini. Aku selalu bersiap untuk melayaninya, takkan kubiarkan rekan ku yang lain yang melayaninya., harus aku, karena hanya pada saat itulah aku dapat berbertemu dan bercakap dengannya. Walau tiap hari pembicaraan kami seperti sudah tersetting, selalu begitu tiap harinya, tetapi semua itu sudah cukup bagiku. Melihat dia datang memasuki café dan duduk di salah satu meja inipun aku sudah bahagia,
Aku tak sabar menanti hari esok, menanti gadis itu datang berkunjung ke café ini, lagi.
***
Sudah pukul 19.15. Gadis itu belum datang juga. Aku jadi tak konsen pada pekerjaanku. Aku terus memikirkan gadis itu. Hidupku hampa tanpa melihat gadis itu sehari saja. Dialah hidupku. Aku sungguh ingin gadis itu datang hari ini agar aku bisa melihat wajahnya dan bercakap padanya walau hanya sebatas menanyakan apa pesanannya, hal itu sudah cukup membuat hatiku bahagia. Tapi malam ini, malam ini gadis ini belum datang juga. Dia tidak pernah datang terlambat sebelumnya. Biasanya selalu datang tiap pukul 19.00 atau biasanya lebih awal. Hatiku sungguh tidak tenang. Kenapa dia belum datang juga, ataukah ia akan tidak datang lagi? Ah hancur sekali hatiku jika aku tak dapat melihatnya lagi. Dialah hidupku. Nafasku yang tlah lama hilang. Karena dialah kini aku menjadi seperti hidup kembali. Dialah hidupku.
“Hey ayo kerja-kerja.. “ ujar rekan kerjaku sembari menepuk bahuku. Ternyata aku telah hanyut dalam lamunanku ketika aku sedang memikirkan gadis itu. Dia belum datang. Lalu aku melihat ke arah meja dimana gadis itu biasanya duduk, dan aku kaget. Ternyata gadis itu telah datang. Dan sudah ada secangkir kopi di hadapannya. Ah ternyata dia sudah datang mungkin sudah cukup lama dan sudah memesan minuman pada waiters lain, aku sungguh sangat sedih dan kecewa. Aku menyesal dan sudah melamun sehingga tidak menyadari gadis itu sudah datang. Namun tidak apa, melihat gadis itu datang walau sedikit terlambat, hatiku sudah sangat tenang. Sekarang gadis itu sedang mengetikkan sesuatu pada laptop putihnya. Aura kecantikan gadis itu bertambah ketika sedang mengetik. Aku menyukainya. Dia semakin cantik dari hari ke hari. Ketika sedang saat ini aku ingin waktu terhenti saja. Dan terus menikmati saat-saat indah ketika aku memandangi gadis itu. Kuingin seterusnya seperti ini. Seterusnya.
Hei Gadis, jangan pernah berhenti untuk mengunjungi café ini. Sehari tak datangpun jangan. Karena hanya di café ini, aku dapat melihatmu. Memandangimu dari kejauhanpun aku sudah bahagia. Hai Gadisku, jangan pernah tidak datang kumohon. Itu permintaanku dari dalam hatiku. Semoga Tuhan mengabulkan keinginanku. Aku menyayangimu.. Ya. AKu sangat menyayangimu.. karena aku adalah Ibu Kandungmu.
Hey Gadis, akulah ibu kandungmu, memang tak ada yang mengetahui rahasia ini, tapi inilah kenyataannya. Akulah ibu kandungmu. Kau telah diadopsi oleh keluarga lain karena pada masa kecilmu aku tidak bisa menghidupimu dengan sangat layak, sehingga aku harus rela kau diadopsi oleh keluarga lain agar kau dapat kehidupan yang layak lebih layak daripada apa yang akan ibu berikan padamu, namun walau begitu kasih sayangku padamu sebagai ibu takkan pernah berakhir, Gadis. Ya. Gadis. Itulah nama yang dulu aku berikan padamu. Entah siapa namamu saat ini, yang pasti aku saat itu memberimu dengan nama Gadis.
Ibu tak bisa menyapamu Gadis, karena ibu sudah ada perjanjian dengan orang tuamu yang sekarang. Ibu sangat ingin menyapamu, Gadis. Ibu ingin memelukmu dan mengungkapkan bahwa akulah Ibu Kandungmu. Ibu ingin mendekapmu walo hanya sedetik. Ibu Rindu padamu Gadis, sudah dua puluh tahun lebih ibu tak bertemu denganmu. Dan dienam bulan terakhir ini akhirnya ibu melihatmu lagi. Kau sudah banyak berubah. Lebih cantik dan lebih dewasa,. Walau kau sudah banyak berubah, ibu takkan pernah bisa lupa bahwa kau adalah gadis kecilku yang dulu.
Gadisku, teruslah datang ke café ini. Karena Ibu bahagia melihatmu. Karena hanya di café inilah Ibu dapat bertemu denganmu, Gadis.
“ Selamat Malam, ada yang mau dipesan?”
“ Capucino Panas, satu. “
Sudah enam bulan terakhir ini, percakapan seperti itu selalu terulang. Gadis itu selalu datang, setiap pukul 19.00, dimeja yang sama. Meja 11, dan selalu memesan menu minuman yang sama. Capucino. Sebenarnya aku sudah tahu apa yg gadis itu akan pesan, tapi karena prosedur dari café ini mengharuskan kami untuk menanyakannya, maka aku selalu saja menanyakan apa yang akan dia pesan, dan jawabannya selalu sama.
Setelah memesan minuman, Gadis itu selalu membuka laptop putihnya dan ia mulai mengetik. Entah apa yang diketik oleh Gadis itu, mungkin Skripsi atau tugas kuliahnya, aku tidak tahu, yang pasti kulihat sekilas, ia sedang menulis tulisan yang panjang.
Capucino yang gadis itu pesan telah selesai dibuat oleh rekanku yang berada pada bagian dapur, sekarang giliranku untuk menghidangkannya kepada gadis itu. Dengan hati-hati aku berjalan untuk menghidangkannya.
“ Permisi, ini Capucinonya… “
“Iya, terimakasih”
Kira-kira seperti itu kejadian yang selalu terulang selama 6 bulan ini. Terulang dan terulang, aku sampai sangat hafal, kejadiannya sangat persis. Seperti alat pemutar yang selalu diulang-ulang, aku seperti sedang berperan didalamnya. Dalam sudut pandangku, aku lah pemeran utamanya. Aku yang selalu menanyakan dan menghidangkan pesanannya. Dan akulah, yang selalu memandangi wajahnya dari kejauhan, setiap hari.
Ketika ia sedang mengetik di laptopnya, terlihat jelas. Wajah manisnya yang oval, matanya yg lentik, bibir dengan lipstick warna pink lembut, kulitnya yg bersih, rambutnya yang panjang agak bergelombang, tubuhnya yang semampai, dan semua yang ada pada Gadis itu, menurutku, Sempurna …. Dia cantik.
Gadis itu selalu menunduk untuk mengetik, dan terus mengetik. Sesekali ia menyeruput Capucinonya dengan perlahan dengan mata terpejam, seolah ia menikmati tiap tetes Capucino yang mungkin sudah tidak panas lagi. Kemudian Ia terus mengetik sampai biasanya ia lupa waktu. Sering aku harus mengingatkan bahwa Café ini sudah akan tutup. Café kami tutup pukul 02.00 pagi, dan sering Gadis itu masih berada di Café ini untuk mengetik. Entah dimana Gadis itu tinggal, apakah orang tuanya tidak mencarinya karena anak gadis mereka selalu pergi sampai menjelang pagi seperti ini. Begitupun dengan hari ini. Sekarang sudah pukul 1.30 pagi dan gadis itu masih berada disini dan masih mengetik. Sepertinya ia lupa waktu, dan seperti biasa, tugasku untuk mengingatkannya bahwa kami akan tutup.
Aku menghampirinya untuk mengingatkannya soal waktu, “Permisi, maaf mengganggu waktunya. Sekarang sudah pukul 1.30 pagi. Dan kami akan tutup dalam setengah jam lagi.“, aku mengucapakannya dengan hati-hati dan dengan suara yang tidak terlalu keras agar gadis tersebut tidak terlalu terganggu dengan suaraku. Gadis itu menoleh dan berkata, “ Ah benar, maaf aku lupa waktu, terimakasih telah mengingatkanku. Aku akan berberes, dan membayar minumanku.. “ Setelah mengucapkan itu ia membereskan barang bawaannya dan mengeluarkan uang untuk membayar Capucino yang ia pesan. Setelah itu ia pergi dengan mobil hatchback putihnya. Saat itu sedang gerimis, hatiku sedikit khawatir padanya, aku ingin mengucapkan ‘hati-hati ya’ padanya, tapi aku tak bisa berbuat apapun. Aku hanya bisa terus memandanginya dari balik jendela café ini sampai mobilnya menjauh.
Aku menghela nafas. Ada perasaan kosong dalam hatiku ketika dia pergi dari café ini., seperti adalah separuh hatiku yang pergi menjauh. Ketika pertama melihat gadis itu saat pertama kali ia berkunjung ke café ini. Hatiku sudah tahu bahwa dialah yang sekarang ini ku tunggu. Bahwa dialah yang saat ini ku cari. Sekarang aku selalu mulai menunggunya tiap pukul 19.00. Kutahu dia pasti datang ke café ini. Aku selalu bersiap untuk melayaninya, takkan kubiarkan rekan ku yang lain yang melayaninya., harus aku, karena hanya pada saat itulah aku dapat berbertemu dan bercakap dengannya. Walau tiap hari pembicaraan kami seperti sudah tersetting, selalu begitu tiap harinya, tetapi semua itu sudah cukup bagiku. Melihat dia datang memasuki café dan duduk di salah satu meja inipun aku sudah bahagia,
Aku tak sabar menanti hari esok, menanti gadis itu datang berkunjung ke café ini, lagi.
***
Sudah pukul 19.15. Gadis itu belum datang juga. Aku jadi tak konsen pada pekerjaanku. Aku terus memikirkan gadis itu. Hidupku hampa tanpa melihat gadis itu sehari saja. Dialah hidupku. Aku sungguh ingin gadis itu datang hari ini agar aku bisa melihat wajahnya dan bercakap padanya walau hanya sebatas menanyakan apa pesanannya, hal itu sudah cukup membuat hatiku bahagia. Tapi malam ini, malam ini gadis ini belum datang juga. Dia tidak pernah datang terlambat sebelumnya. Biasanya selalu datang tiap pukul 19.00 atau biasanya lebih awal. Hatiku sungguh tidak tenang. Kenapa dia belum datang juga, ataukah ia akan tidak datang lagi? Ah hancur sekali hatiku jika aku tak dapat melihatnya lagi. Dialah hidupku. Nafasku yang tlah lama hilang. Karena dialah kini aku menjadi seperti hidup kembali. Dialah hidupku.
“Hey ayo kerja-kerja.. “ ujar rekan kerjaku sembari menepuk bahuku. Ternyata aku telah hanyut dalam lamunanku ketika aku sedang memikirkan gadis itu. Dia belum datang. Lalu aku melihat ke arah meja dimana gadis itu biasanya duduk, dan aku kaget. Ternyata gadis itu telah datang. Dan sudah ada secangkir kopi di hadapannya. Ah ternyata dia sudah datang mungkin sudah cukup lama dan sudah memesan minuman pada waiters lain, aku sungguh sangat sedih dan kecewa. Aku menyesal dan sudah melamun sehingga tidak menyadari gadis itu sudah datang. Namun tidak apa, melihat gadis itu datang walau sedikit terlambat, hatiku sudah sangat tenang. Sekarang gadis itu sedang mengetikkan sesuatu pada laptop putihnya. Aura kecantikan gadis itu bertambah ketika sedang mengetik. Aku menyukainya. Dia semakin cantik dari hari ke hari. Ketika sedang saat ini aku ingin waktu terhenti saja. Dan terus menikmati saat-saat indah ketika aku memandangi gadis itu. Kuingin seterusnya seperti ini. Seterusnya.
Hei Gadis, jangan pernah berhenti untuk mengunjungi café ini. Sehari tak datangpun jangan. Karena hanya di café ini, aku dapat melihatmu. Memandangimu dari kejauhanpun aku sudah bahagia. Hai Gadisku, jangan pernah tidak datang kumohon. Itu permintaanku dari dalam hatiku. Semoga Tuhan mengabulkan keinginanku. Aku menyayangimu.. Ya. AKu sangat menyayangimu.. karena aku adalah Ibu Kandungmu.
Hey Gadis, akulah ibu kandungmu, memang tak ada yang mengetahui rahasia ini, tapi inilah kenyataannya. Akulah ibu kandungmu. Kau telah diadopsi oleh keluarga lain karena pada masa kecilmu aku tidak bisa menghidupimu dengan sangat layak, sehingga aku harus rela kau diadopsi oleh keluarga lain agar kau dapat kehidupan yang layak lebih layak daripada apa yang akan ibu berikan padamu, namun walau begitu kasih sayangku padamu sebagai ibu takkan pernah berakhir, Gadis. Ya. Gadis. Itulah nama yang dulu aku berikan padamu. Entah siapa namamu saat ini, yang pasti aku saat itu memberimu dengan nama Gadis.
Ibu tak bisa menyapamu Gadis, karena ibu sudah ada perjanjian dengan orang tuamu yang sekarang. Ibu sangat ingin menyapamu, Gadis. Ibu ingin memelukmu dan mengungkapkan bahwa akulah Ibu Kandungmu. Ibu ingin mendekapmu walo hanya sedetik. Ibu Rindu padamu Gadis, sudah dua puluh tahun lebih ibu tak bertemu denganmu. Dan dienam bulan terakhir ini akhirnya ibu melihatmu lagi. Kau sudah banyak berubah. Lebih cantik dan lebih dewasa,. Walau kau sudah banyak berubah, ibu takkan pernah bisa lupa bahwa kau adalah gadis kecilku yang dulu.
Gadisku, teruslah datang ke café ini. Karena Ibu bahagia melihatmu. Karena hanya di café inilah Ibu dapat bertemu denganmu, Gadis.
Komentar